Minggu, 16 Desember 2012

Kebijakan Pemberian Vitamin A


     1)      Definisi
Suplementasi pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi merupakan rencana program jangka pendek. Prioritas program pemberian kapsul vitamin A adalah wilayah dengan:
a)      Prevalensi KEP cukup tinggi.
b)      Cakupan imunisasi rendah.
c)      Cakupan pemberian ASI Eksklusif rendah.
d)     Kejadian Luar Biasa (KLB) campak, ISPA, dan diare tinggi.
e)      Keluarga miskin.
f)       Konsumsi sumber vitamin A rendah.
Kapsul vitamin A dosis tinggi adalah kaspul yang mengandung vitamin A:
a)      100.000 Satuan Internasional (SI) yang berwarna biru.
b)      200.000 Satuan Internasional (SI) yang berwarna merah.
Ibu nifas yang cukup mendapat vitamin A akan meningkatkan kandungan vitamin A dalam Air Susu Ibu (ASI) , sehingga bayi yang disusui lebih kebal terhadap penyakit. Di samping itu kesehatan ibu lebih cepat pulih. Upaya perbaikan status vitamin A harus dimulai sedini mungkin pada masa kanak-kanak terutama anak yang menderita KVA.
Komitmen global pada Millenium Development Goal 2000 dan Health for All in the Twenty-First Century 1998, Fit for Children 2002, disepakati bahwa eradikasi kemiskinan dan kelaparan akan menjadi setengahnya pada tahun 2015 serta peningkatan kesehatan dan status gizi ibu dan anak. Bali Consensus of Partnership with and for Children in the East Asia and Fasific Region 5-7 Mei 2003 menyebutkan bahwa masa kritis anak terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Kurang gizi pada anak selama periode kritis tersebut berisiko dan berdampak negatif pada kelangsungan hidup anak selanjutnya.
Ibu nifas dianjurkan minum 2 kapsul vitamin A karena:
a)      Bayi lahir dengan cadangan vitamin A yang rendah.
b)      Kebutuhan bayi akan vitamin A tinggi untuk pertumbuhan dan peningkatan daya tahan tubuh.
c)      Pemberian 1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah pada ibu nifas hanya cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI selam 60 hari.
d)     Pemberian 2 (dua) kapsul vitamin A 200.000 SI diharapkan dapat menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi usia 6 bulan.
2)      Manfaat kapsul vitamin A  untuk ibu nifas
a)      Meningkatkan kandungan vitamin A dalam Air Susu Ibu (ASI).
b)      Bayi lebih kebal dan jarang kena penyakit karena infeksi.
c)      Kesehatan ibu cepat pulih setelah melahirkan.
3)      Cara memberikan kapsul vitamin A pada ibu nifas
Diberikan sebanyak 2 x 200.000 SI dalam kurun waktu 2 (dua) hari berturut-turut pada masa nifas:
a)      1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah diminum segera setelah melahirkan
b)      1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah kedua diminum pada hari berikutnya minimal 24 jam sesudah kapsul pertama.
4)      Penatalaksanaan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas
a)      Bersamaan dengan pemberian imunisasi hepatitis B kepada bayi umur 0-7 hari pada kunjungan neonatal (KN1).
b)      Apabila kapsul vitamin A tidak diberikan pada KN1, maka dapat diberikan pada KN2 (8-28 hari) atau KN3 (minggu ke-6 setelah persalinan).
c)      Sweeping
Sweeping adalah salah satu upaya untuk menjaring ibu nifas dalam meningkatkan pemberian kapsul vitamin A. Hal ini dilakukan bila masih terdapat ibu nifas yang belum mendapatkan kapsul vitamin A pada hari pemberian yang telah ditentukan dalam bentuk kunjungan rumah.(Direktorat Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005)

Jumat, 07 Desember 2012

Persalinan


3.1.Persalinan
3.1.1.      Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses di mana bayi,plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus. Persalinan di anggap normal jika prosesnya terjadi pada usai kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu)tanpa di sertai adanya penyulit.(Asuhan persalinan normal, JNPKKR, 2008 : 39).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses di mana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi  belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam,tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.(Saifuddin, 2009 : 100)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi ( janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir,dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan  sendiri). (Manuaba, 2010 : 164)

3.1.2.       Macam – macam Persalinan
1)      Persalinan spontan : bila seluruh persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2)      Persalinan buatan : bila persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga dari luar.
3)      Persalianan anjuran (partus presipitatus) : bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsang
(Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB, Manuaba, 2010)

3.1.3.       Etiologi Terjadinya Persalinan
Proses persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekeuatan HIS.Beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan yaitu :
1)      Teori Keregangan
a)      Otot rahim mempunyai kemampuan untuk meregang dalam batas tertentu.
b)      Setelah melewati batas tersebut, terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai.
c)      Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.
2)      Teori Penurunan Progesteron
a)      Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat,pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
b)      Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.
c)      Akibat otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
d)     Antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron yang terjadi kira- kira 1 – 2 minggu sebelum partus. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus.
3)      Teori Oksitosin Internal
a)      Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
b)      Perubahan keseimbangan esterogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.
c)      Menurunkan konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktifitas,sehingga persalinan dapat dimulai.
4)      Teori Prostagladin
a)      Dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm kadar prostagklandin meningkat,lebih-lebih sewaktu partus.
b)      Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
c)      Prostaglandin dianggap dapat memicu terjadinya persalinan.
5)      Teori Hipotalamus-Pituitari Dan Glandula Suprarenalis
a)      Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anencephalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus.teori ini dikemukakan oleh linggin 1973.
b)      Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.
(Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB, Manuaba, 2010 : 168)

3.1.4.      Tanda- tanda persalinan
1)      Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek.
2)      Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran lendir,lendir bercampur darah)
3)      Dapat disertai ketuban pecah
4)      Pada pemeriksaan dalam,dijumpai perubahan serviks (perlunakan serviks, pendataran serviks, terjadi pembukaan serviks).
(Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB, Manuaba, 2010 : 169)

3.1.5.       Faktor faktor yang mempengaruhi persalinan
1)      Power (kekuatan ibu untuk mendorong janin keluar)
a)      HIS (kontraksi otot rahim)
b)      Kontraksi otot dinding perut
c)      Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
d)     Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum
2)      Passanger (keadaaan janin atau bagian yang ada didalam uterus)
a)      Janin
b)      Plasenta
3)      Passage (keadaan jalan lahir yang dilalui oleh passenger)
a)   Jalan lahir lunak (otot-otot, sendi ligamen)
b)   Jalan lahir keras (tulang)
(Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB, Manuaba, 2010 : 169)

3.1.6.       Perubahan pada proses persalinan
1)      Suhu
Sedikit meningkat selama persalinan, tertinggi selama dan segera setelah melahirkan. Peningkatan suhu tubuh yang normal ialah peningkatan suhu yang tidah lebih dari 0,5 sampai 1o C. Peningkatan suhu sedikit adalah normal. Namun, bila persalinan berlangsung lebih lama, peningkatan suhu dapat mengindikasikan dehidrasi, dan parameter lain harus di cek. Begitu pula pada kasus ketuban pecah dini, peningkatan suhu dapat mengindikasikan infeksi dan tidak dapat dianggap normal pada keadaan ini.
2)      Tekanan Darah
Meningkat selama kontraksi disertai peningkatan sistolik rata-rata 15 (10-20) mmHg dan diastolik rata-rata 5-10 mmHg. Pada waktu-waktu di antara kontraksi, tekanan darah kembali ke tingkat sebelum persalinan. Dengan mengubah posisi tubuh dari telentang ke ke posisi miring, perubahan tekanan darah selama kontraksi dapat dihindari. Untuk memastikan tekanan darah yang sebenarnya, pastikan mengeceknya dengan baik pada interval antar kontraksi, lebih baik dengan posisi ibu berbaring miring.Nyeri, rasa takut dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan tekanan darah. Apabila seorang wanita merasa sangat takut dan khawatir pertimbangkan kemungkinan bahwa rasa takutnya (bukan karena pre-eklamsi) menyebabkan peningkatan tekanan darah.
3)      Denyut Nadi (frekuensi jantung)
Frekuensi denyut nadi di antara kontraksi sedikit lebih tinggi dibanding selama periode menjelang persalinan. Hal ini mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi. Penurunan denyut nadi yang mencolok selama puncak kontraksi uterus tidak akan terjadi jika wanita berada pada posisi miring, bukan telentang. Sedikit peningkatan frekuensi nadi dianggap normal.
4)      Pernafasan
Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih normal selama persalinan dan mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi. Sulit untuk memperoleh temuan yang akurat dalam hal pernafasankarena frekuensi dan irama pernafasan dipengaruhi oleh rasa senang, nyeri, rasa takut dan penggunaan teknik pernafasan. Amati pernafasan wanita dab bantu ia mengendalikannya untuk menghindari hiperventilasi yang panjang, yang ditandai oleh rasa kesemutan pada ekstremitas dan perasaan pusing.
5)      Perubahan pada Saluran Cerna
Motilitas dan absorpsi lambung terhaadap makanan padat jauh berkurang. Apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut sekresi asam lambung selama persalinan, maka saluran cerna bekerja dengan lambat sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama. Makanan yang dikonsumsi selama periode menjelang persalinan atau fase prodromal atau fase laten persalinan cenderung akan tetap berada dalam lambung selama persalinan.Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan penderitaan umum selama masa transisi. Oleh karena itu, wanita harus dianjurkan untuk tidak makan dalam porsi besar atau minum berlebihan. Tetapi makan dan minum sedikit demi sedikit berguna mempertahankan energi dan hidrasi. Perubahan pada saluran cerna kemungkinan timbul sebagai respons terhadap salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut: kontraksi uterus, nyeri, rasa takut dan khawatir, obat atau komplikasi.
6)      Perubahan pada Ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma ginjal. Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi telentang karena posisi ini membuat aliran urine berkurang selama kehamilan.Kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap 2 jam) untuk mengetahui adanya distensi, untuk mencegah (1) obstruksi persalinan akibat kandung kemih yang penuh, yang akan mencegah penurunan bagian presentasi janin. Dan (2) trauma pada kandung kemih akibat penekanan yang lama, yang akan menyebabkan hipotonia kandung kemih dan retensi urine selama periode pascapartum awal. (JNPKKR, 2008)

3.3.7        Definisi dan Penatalaksanaan Kala I
1)      Definisi
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat berjalan- jalan.Lamanya kala I untuk primigravida berlangsuna 12 jam sedangkan multigravida 8 jam.Berdasarkan kurva friedman,diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1cm/jam dan pembukaan multigravida 2cm/jam.Dengan penghitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan. (Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB, Manuaba, 2010 : 173)
      Proses ini terbagi dalam dalam dua fase:
a)      Fase laten : Pembukaan serviks berlangsung lambat dari 0 sampai 3cm lamanya 7-8 jam
b)      Fase aktif : Pembukaan serviks 3cm sampai 10 cm lamanya 6 jam
Fase ini terbagi menjadi tiga fase lagi:
(1)   Fase akselerasi dimana dalam waktu 2 jam pembukaan 3cm menjadi 4cm
(2)   Fase dilatasi maksimal yakni dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari pembukaan 4cm sampai 9cm
(3)   Fase deselerasi diman pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukan 9cm menjadi 10cm/lengkap
2)      Penatalaksanaan persalinan kala 1
Asuhan yang diberikan pada kala I :
a)      Menghadirkan keluarga tedekat
b)      Mengatur aktivitas dan posisi
c)      Membimbing ibu untuk rileks sewaktu ada his
d)     Menjaga privasi ibu
e)      Pemberian cukup minum
f)       Melakukan pemeriksaan TTV 4 jam sekali.
g)      Pemeriksaan DJJ setiap ½ jam.
h)      Memperhatikan keadaan kandung kemih agar selalu kosong.
i)        Pasien tidak diperkenankan mengejan
                                   (Sinopsis Obstetri, Mochtar Rustam, 1998 : 94)

3.3.8.      Partograf
      Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan.Tujuan utama penggunaan partograf adalah untuk mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dan mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian,juga dapat dilaksanakan deteksi secara dini,setiap kemungkunan terjadinya partus lama.Jika digunakan secara tepat dan konsisten,partograf aan membantu penolongan persalinan untuk mencatat kemajuan persalinan,kondisi ibu dan janin,asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran,serta menggunakan informasi yang tercatat,sehingga secara dini mengidentifikasi adanya penyulit persalinan,dan membuat keputusan klinik yang sesuai dengan tepat waktu.Penggunaan partograf secara rutin akan memestikan ibu dan janin telah mendapatkan asuhan persalinan secara aman dan tepat watu.Selain itu,dapat mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.(Ilmu Kebidanan,Sarwono Prawirohardjo,2009)
      Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam menentukan keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf member peringatan pada petugas kesehatan bahwa suatu persalinan berlangsung lama,adanya gawat ibu dan janin,bahwa ibu mungkin perlu dirujuk. Untuk menggunakan partograf dengan benar, petugas kesehatan harus mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut :
1)      Denyut jantung janin. Catat setiap ½ jam.
2)      Air ketuban. Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina :
U  :  Selaput Utuh                                                                                
 J    :  Selaput pecah, air ketuban Jernih
M   :  Air ketuban bercampur Mekonium
 D :  Air ketubqan bernoda Darah
 K  :  Tidak ada cairan ketuban/Kering
3)      Perubahan bentuk kepala janin (molding atau molase)
a)      Sutura (pertemuan 2 tulang tengkorak yang tepat atau    bersesuaian)
b)      Sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki
c)      Sutura tumpah tindih dan tidak dapat diperbaiki
4)      Pembukaan leher rahim dinilai pada setiap pemeriksaan pervaginam dan diberi tanda silang ( X )
5)      Penurunan :
Mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada pemeriksaan abdomen) diatas syimfisis pubis : Catat dengan tanda lingkaran (O), pada setiap pemeriksaan dalam. Pada poisisi 0/5, sisinput (S) atau paruh atas kepala berada di syimfisis pubis.
6)      Waktu : Menyatakan beberapa jam waktu telah dijalani sesudah pasien diterima.
7)      Jam : Catat jam sesungguhnya
8)      Kontraksi : Catat setiap ½ jam : lakukan palpasi untuk menghitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan lamanya masing-masing kontraksi dalam 10 menit dan lamanya masing-masing kontraksi dalam hitungan detik
a)      Kurang dari 20 detik ( beri titik-titik di kolom yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya kurang dari 20 detik)
b)      Antara 20-40 detik ( beri garis-garis di kolom yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20-40 detik)
c)      Lebih dari 40 detik ( isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya lebih dari 40 detik)
9)      Oksitosin, bila memakai oksitosin pervolume cairan infuse dalam tetesan permenit setiap 30 menit apabila digunakan.
10)  Obat yang diberikan. Catat semua obat yang diberikan
11)  Catatlah setiap 30 menit dan tandai dengan sebuah titik besar
12)  Tekanan darah, catat setiap 4 jam
13)  Suhu badan, catatlah setiap 2 jam
14)  Protein, aseton, dan volume urin, catatlah setiap kali ibu berkemih. Bila temuan-temuan melintas kearah kanan garis waspada petugas kesehatan harus melakukan penilaian terhadap kondisi ibu dan janin dan segera mencari rujukan yang tepat.(Saifuddin, 2009 : 104)
·         Keuntungan Partograf
o Tersedia cukup watu melakukan rujukan (sekitar 4 jam) setelah perjalan persalinan melewati garis waspada.
o Dipusat pelayanan kesehatan cukup waktu untuk mengambil tindakan sehingga tercapai well born baby dan well healt mother.
o Terbatasnya melaukan pemeriksaan dalam,dapat mengurangi infeksi intrauterine.
·         Kerugiaan partograf
Kemungkinan terlalu cepat melakukan rujukan,yang sebenarnya dapat diselesaikan dipuskesmas atau setempat.
Partograf diharapkan dapat menyelesaikan pertolongan persalinan pada garis waspada dengan jalan:
·         Rujukan semakin baik sehingga tidak merugikan penderita
·         Pertolongan medis dapat dilakukan dengan lebih sempurnasehingga angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan.
·         Mendapatkan tindakan medis sesuai dengan keadaan dan ditangan yang tepat.
·         Secara nasional partograf diharapkan membantu menurunkan angka kematian maternal dan perinatal sebagai cermin kemampuan memberiakan pelayanan dan pengayoman medis yang menyeluruh dan lebih bermutu.
(Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB, Manuaba, 2010 : 158)

3.3.9.           Definisi dan penatalaksanaan Kala II
1)      Definisi
Pada kala ini his terkodinasi, kuat, cepat lebih lama,kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala  janin masuk keruang panggul sehingga terjadi tekanan pada otot dasar panggul yang menimbulkan rasa ingin mengedan.Karena tekanan pada rectum ibu seperti mau buang air besar dengan tanda anus terbuka.Pada saat his janin mulai kelihatan, vulva membuka perineum meregang.Dengan his mengedan dan terpimpin maka lahirlah epala diikuti oleh seluruh badan janin. Lamanya kala II untuk primigravida 1 ½-2 jam dan pada multrigavida ½-1jam. (Sinopsis Obstetri, Mochtar Rustam, 1998 : 95)
  
2)      Penatalaksanaan Persalinan Kala II
a)      Mekanisme Persalinan
(1)   Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan 58% ubun – ubun kecil terletak di kiri depan, 23% di kanan depan, 11% dikanan belakang, dan 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan disebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum.
(2)   Pada letak kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul.
(3)   Akibat sumbu kepala yang tidak simetrik, dengan sumbu lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap kepala yang akan turun, menyebabkan bahwa kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul. Samapi di dasar panggul kepala janin dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula putaran paksi dalam. Pada umumnya di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil berada di bawah simpisis.
(4)   Dalam keadaan fisiologis sesudak kepalan janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simpisis, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi lebar dan tipis, anus membuka tampak dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama degan kekutan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut putaran paksi luar. 
(5)   Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, baru kemudian trokanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.Prawirohardjo(2009)& Wiknjosastro (2010)

b)      Manajemen PI
(a)    Cuci tangan
cuci tangan adalah prosedur paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan
(b)   Memakai sarung tangan
Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa,darah,cairan tubuh lainnya )peralatan sarung tangan atau sampah yang terkontaminasi.
(a)    Gunakan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinngi untuk prosedur apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan dibawah kulit seperti persalinan ,penjahitan vagina atau pengambilan darah.
(b)   Gunakan sarung tangan periksa yang bersih untuk menangani darah atau cairan tubuh.
(c)    Gunakan sarung tangan rumah tangga atau tebal untuk mencuci peralatan, menangai sampah, juga membersihkan darah.
(c)    Menggunakan teknik asepsis atau aseptik
                                                                            (a)Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi ,perlengkapan pelindung pribadi mencegah petugas terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi atau membatasi petugas dari percikan cairan tubuh ,darah atau cidera,selama melaksanakan procedur klinik. Peralatan tersebut yaitu kacamata pelindung,masker wajah,septu booth atau sepatu tertutup dan celemek.
                                                                           (b)Antisepsis
Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh mikroorganisme   jaringan tubuh atau kulit dengan menggunakan antiseptik dan mencuci tangan secara teratur diantara kontak dengan setiap ibu dan bayi baru lahir. (Asuhan Persalinan Normal, JNPKKR, 2008 : 18)
c)      Asuhan Persalinan Normal (APN)
58 Langkah APN :
(1)   Mendengar dan melihat adanya tanda dan gejala persalinan kala dua:
(a)    Ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran.
(b)   Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vaginanya.
(c)    Perineum tampak menonjol.
(d)   Vulva dan sfingter ani membuka.
(2)   Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinanmenatalaksanakan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia = tempat datar dan keras, 2 kain dan 2 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.
(a)    menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi
(b)   menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai didalam partus set.
(3)   mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
(4)   Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai,mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
(5)   Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam.
(6)   Menghisap oksitosin 10 Unit kedalam tabung suntik(dengan memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril)dan meletakannya kembali di partus set atau wadah desinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik.
(7)   Membersihkan vulpa dan perineum,menyekanya dengan hati-hati dari   depan    kebelakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang sudah dibasahi air     desinfeksi   tingkat tinggi.jika mulut vagina,perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu,membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan  ke belakang.membuang kapas atau kassa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar.mengganti sarung tangan tersebut dengan benar didalam larutan dekontaminasi).
(8)   Dengan menggunakan teknik aseptik,melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap.bila selaput ketubanan belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap,lakukan amniotomi
(9)   Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya kedalam larutan klorin  0,5% selama 10 menit.mencuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
(10)  Memeriksa denyut jantung janin (DJJ)setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 kali permenit).
(a)    Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal .
(b)   Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
(11)  Memberi tahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
(a)    Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.melanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktip dan mendokumentasikan penemuan-penemuan yang ada.
(b)   Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung    dan memberi semangat kepada ibu untuk meneran secara benar.
(12)  Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran(pada saat ada his,bantu ibu dalam posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ia merasa nyaman ).
(13)  Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran:
(a)       Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk meneran.mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untukmeneran perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
(b)      Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama).
(c)       Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
(d)      Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat kepada ibu.
(e)       Menganjurkan asupan cairan per oral (minum).
(f)       Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
(g)      Segera rujuk jika bayi belum lahir atau tidak segera lahir setelah 120 menit (2jam)meneran (primigravida) atau 60 menit (1jam) meneran (multigravida).
(14)  Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman,jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
(15)  Letakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi)diperut ibu,jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
(16)  Letakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian,dibawah bokong ibu
(17)  Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
(18)  Pakai sarung tangan dtt pada kedua tangan.
(19)  Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka,lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain yang bersih dan kering.tangan yang lain menahan kepala bayi untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
(20)  Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi,dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
(a)    Jika tali pusat melilit leher secara longgar,lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
(b)   Jika tali pusat melilit leher secara kuat,klem tali pusat didua tempat dan potong diantara dua klem.
(21)  Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
(22)  Setelah kepala mengadakan paksi luar,pegang secara bipariental,anjurkan ibu   untuk meneran saat kontraksi.dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arcus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
(23)  setelah kedua bahu kedua lahir,geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala,lengan dan siku sebelah bawah.gunakan tangan atas untuk menyelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
(24)  setelah tubuh dan lengan lahir,penelusuran tangan atas berlanjut kepunggung,bokong tungkai dan kaki,pegang kedua mata kaki(masukan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki ibu jari dan jari-jari yang  lainnya.
(25)  Lakukan penilaian selintas :
(a)    Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan?
(b)   Apakah bayi bergerak aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap-megap lakukan langkah resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir)
(26)  Keringkan tubuh bayi
Keringkan mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering.Biarkan bayi di atas perut ibu.
(27)  Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal)
(28)  Beritahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi dengan baik
(29)  Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin)
(30)  Setelah 2 menit psca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama
(31)  Pemotongan dan pengikatan tali pusat
(a)    Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
(b)   Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lain.
(c)    Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan
(32)  Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi, letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehigga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari pada putting payudara ibu
(33)  Selimuti ibu dan bayi  dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
(34)  pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
(35)  Letakan satu lengan diatas kain pada perut ibu,ditepi atas simpisis,untuk mendeteksi, tangan lain menegangkan tali pusat.
(36)  Setelah uterus berkontraksi,tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang –atas( dorso-kranial)secara hati-hati ( untuk mencegah inversio uteri).jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
·         jika uterus tidak segera berkontraksi,minta ibu,suami,atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu.
(37)  Lakukan penegangan dan dorongan dorso cranial hingga plasenta terlepas,minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas,mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-cranial)
(a)    Jika tali pusat bertambah panjang,pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10  cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
(b)   Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit:
                                                                                      i.      Beri dosis ulang oksitosin 10 Unit IM
                                                                                    ii.      Lakukan katerisasi (aseptic) jika kandung klemih penuh
                                                                                  iii.      Minta keluarga menyiapkan rujukan
                                                                                  iv.      Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
                                                                                    v.      Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi pendarahan,segera lakukan manual.
(38)  Saat plasenta muncul diintroitus vagina,lahirlah plasenta dengan kedua tangan. Pegang  dan putar plasenta hingga selaput wadah yang telah disediakan.
·         Jika selaput wadah robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
(39)  Segera setelah plasenta lahir dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakan telapak tangan difuhdus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik masase.
(40)  Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukan plasenta kedalam kantung pelastik atau tempat khusus.
(41)  Evaluasi kemungkinan iaserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila iaserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segara lakukan penjahitan.
(42)  Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
(43)  Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam
(a)    Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
(b)   Biarkan bayi berada di dada ibu selama satu jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu
(44)  Setelah satu jam, lakukan penimbangan / pengukuran bayi, beri tetes mata anti biotic profilaksis, dan vitamin K1, 1mg intramuskuler dipaha kiri anterolateral.
(45)  Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi hepatitis b dipaha kanan anterolateral.
(a)    Letakan bayi dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
(b)   Letakan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusui    didalam 1 jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
(46)  Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pencegahan perdarahan pervaginam :
(a)    2 – 3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
(b)   Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
(c)    Setiap 20 – 30 menit pada jam kedua pasca persalinan
(d)   Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksanaan antonia uteri.
(47)  Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
(48)  Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
(49)  Memeriksa nadi ibu, dan keadan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan :
(a)    Memeriksa temperature tubuh sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan
(b)   Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
(50)  Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik ( 40-60 kali/menit). Serta suhu tubuh normal ( 36,5˚C – 37,5˚C ).
(51)  Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi ( 10 menit ). Cuci dan bilas peralatan setelah dekontaminasi.
(52)  Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah yang sesuai.
(53)  Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
(54)  Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
(55)  Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
(56)  Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5%, selama 10 menit.
(57)  Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
(58)  Lengkapi partograf ( halaman depan dan belakang ), periksa tanda vital dan asuhan kala IV.

d)     Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
      Prinsip meyusu/pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin dan secara eksklusif. Segera setelah bayi lahir dan tali pusat diikat, letakkan bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi bersentuhan langsung ke kulit ibu. Biarkan kontak kuit ke kulit ini berlangsung setidaknya 1 jam atau lebih, bahkan sampai bayi dapat menyusu sendiri. Bayi diberi topi dan diselimuti Ayah atau keluarga dapat memebri dukungan dan membantu ibu selama proses ini. Ibu diberi dukungan untuk mengenali saat bayi siap untuk menyusu, menolong bayi bika diperlukan.
                        Langkah Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
(1)   Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam
(2)   Bayi harus menggunakan naluri alamiahnya untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk menyusu serta memberi bantuan jika diperlukan
(3)   Menunda semua prosedur lainnya yang hrus dilakukan kepada bayi baru lahir hingga inisiasi menyusu selesai dilakukan, prosedur tersebut seperti : menimbang, pemberian antibiotika salep mata, vitamin K1 dan lain-lain.
(Asuhan Persalinan Normal, JNPKKR, 2008 : 131)

3.3.10    Definisi dan penatalaksanaanKala III
1)      Definisi
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya placenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Saifuddin, 2009 : 101)
Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi placenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Beberapa menit kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Biasanya proses pelepasan placenta berlangsung 5 – 30 menit setelah bayi lahir.
Fase pelepasan uri ada beberapa macam :
a)      SCHULTZE :
Lepasnya seperti kita menutup paying, cara ini yang paling sering terjadi (80%). Yang lepas duluan adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasental hematoma yang menolak uri mula-mula bagian tengah, kemudian seluruhnya. Menurut cara ini, perdarahan biasanya tidak ada sebelum uri lahir dan banyak setelah uri lahir.
                                             (b)      DUNCAN :
·         Lepasnya uri mulai dari pinggir, jadi pingir uri lahir duluan (20%). Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban.
·         Serempak dari tengah dan pinggir plasenta
Fase pengeluaran uri :
(a)    KUSTNER
Dengan meletakan tangan disertai tekanan pada/ di atas simfisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk  berarti uri belum lepas, jika diam atau maju berarti uri sudah lepas.
(b)   KLEIN
Sewaktu ada his, rahim kita dorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti uri belum lepas, jika diam atau turun berarti uri sudah lepas.
(c)    STRASSMAN
·         Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti uri belum lepas , jika tak bergetar berarti uri sudah lepas
·         Rahim menonjol di atas simfisi
·         Tali pusat bertambah panjang
·         Rahim bundar dan keras
·         Keluar darah secara tiba-tiba(Sinopsis Obstetri, Mochtar Rustam, 1998 : 107)
2)      Penatalaksanan persalinan kala III
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehinngga dapat memperpendek waktu kala III persalinan dan mengurangi kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis, sebagian besar kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebenarnya dapat dicegah melalui manajemen aktifkala III.
Keuntungan – keuntungan manajemen aktif kala III, diantaranya sebagai berikut:
a)      Kala III persalinan lebih singkat.
b)      Mengurangi jumlah kehilangan darah.
c)      Mengurangi kejadian retensio placenta.
Manajemen aktif kala III terdiri dari :
a)      Pemberian oksitosin / uretonika sesegera mungkin memberiakan oksitosin 10 unit IM, dapat merangsang uterus berkontarksi juga mempercepat paelepasan plasenta.
b)      Melakukan peregangan tali pusat terkendaliDilakukan hanya selama uterus berkontraksi, hal ini dapat diulang sampai plasenta lahir.
c)      Masase fundus segera setelah plasenta dan selaputnya dilahirkan agar menimbulakn kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan mencegahan perdarahan postpartum. (Asuhan Persalinan Normal, JNPKKR, 2008 : 100) 

3.3.11    Rupture Perineum
Robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. (Sinopsis Obstetri, Mochtar Rustam, 1998)
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalanlahir.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa sehinga kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia suboksipito bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vagina. (Ilmu Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo, 2009)
1)      Klasifikasi Rupture Perineum
b)      Ruptur Perineum Spontan
Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.
c)      Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.
Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :
·         Derajat I
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina ,komisura posterior dan kulit perineum .Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik.
·         Derajat II
Robekan yang terjadi lebih dalam ,yaitu selain mengenai mukosa vagina ,komisura posterior ,kulit perineum juga mengenai otot perenium. Laserasi derajat II ini memerlukan penjahitan.
·         Derajat III
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum (mukosa vagina,komisura posterior ,kulit perineum ,otot perineum)sampai otot-otot sfingter ani.
·         Derajat IV
Robekan mengenai seluruh perineum(mukosa vagina, komisura posterior,kulit perineum,otot perineum )sampai sfingter ani dan dinding depan rektum.Pada laserasi derajat tiga dan empat bila penolong APN tidak dibekali untuk reparasi laserasi perineum segera rujuk pasien ke fasilitas rujukan.(Asuhan Persalinan Normal, JNPKKR, 2008 : 115)

2)      Faktor-faktor Penyebab Rupture Perineum.
Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan jalan lahir, perlukaan jalan lahir itu terjadi pada panggul/perineum, vulva, dan vagina, serviks uteri, uterus sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh perineum kaku, kepala janin terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas.
3)      Macam-macam Jahitan
a)      Jahitan hemostatis
Merupakan jahitan simpul mati untuk mematikan aliran darah.
b)      Jahitan simple interuupted (jahitan satu demi satu)
Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan.Jarak jahitan 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya      1 – 2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah penyembuhan.
c)      Jahitan continous
Jahitan jelujur : lebih cepat dibuat, lebih kuat dan pembagian tekanannya lebih merata bila dibandingkan dengan jahitan terputus. Kelemahannya jika benang putus /simpul terurai seluruh tepi luka akan terbuka semua
4)      Tujuan Penjahitan
a)      Untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) agar proses penyembuhan bisa terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringan.
b)      Untuk mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostatis)
5)      Penatalaksanaan Pada Rupture Perineum
a)      Persiapan Alat
b)      Pemberian anestesi lokal
c)      Penjahitan laserasi pada perineum
d)     Nasehatiibu untuk :
(1)   Menjaga perineum  selalu bersih dan kering
(2)   Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya
(3)   Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x per hari
(4)   Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. (Asuhan Persalinan Normal, JNPKKR, 2008 : 177)

3.3.12.  Definisi dan penatalaksanaanKala IV
1)      Definisi
Pengawasan selama 2 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama bahaya perdrahan postpartum. Masa postpartum merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematianibu, terutama kematian disebabkan karena perdarahan. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Saifuddin, 2009)
2)      Penatalaksanaan persalinan kala IV
Selama kala IV petugas harus memantau/observasi ketat pada kesadaran pasien, pemeriksaan TTV, kontraksi uterus, perdarahan, kandung kemih dikosongkan. Observasi tinggi fundus uteri dan kandung kemih dilakukan selama 2 jam dengan interval pemeriksaan 15 menit sekali pada jam pertama post partum dan 30 menit sekali pada jam kedua post partum.
Tabel 2.2.
Pemantauan Kala IV
Jam Ke
Waktu
Tekanan Darah
Nadi
Temperature
TFU
Kontraksi Uterus
Kandung Kemih
Perdarahan
1
15 menit ke-1








15 menit ke-2








15 menit ke-3








15 menit ke-4







2
30 menit ke-1








30 menit ke-2







(Asuhan Persalinan Normal, JNPKKR, 2008 : 117)