3.1.Persalinan
3.1.1.
Definisi Persalinan
Persalinan
adalah proses di mana bayi,plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus.
Persalinan di anggap normal jika prosesnya terjadi pada usai kehamilan cukup
bulan (setelah 37 minggu)tanpa di sertai adanya penyulit.(Asuhan persalinan
normal, JNPKKR, 2008 : 39).
Persalinan
adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan
lahir. Kelahiran adalah proses di mana janin dan ketuban di dorong keluar
melalui jalan lahir.
Persalinan dan
kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18
jam,tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.(Saifuddin, 2009 : 100)
Persalinan
adalah proses pengeluaran hasil konsepsi ( janin dan plasenta) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir,dengan bantuan atau
tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
(Manuaba, 2010 : 164)
3.1.2.
Macam – macam Persalinan
1) Persalinan
spontan : bila seluruh persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2) Persalinan
buatan : bila persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga dari luar.
3) Persalianan
anjuran (partus presipitatus) : bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan
ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsang
(Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan, dan KB, Manuaba, 2010)
3.1.3.
Etiologi Terjadinya Persalinan
Proses persalinan
belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang
berkaitan dengan mulai terjadinya kekeuatan HIS.Beberapa teori yang menyatakan
kemungkinan proses persalinan yaitu :
1) Teori
Keregangan
a)
Otot rahim mempunyai kemampuan untuk
meregang dalam batas tertentu.
b)
Setelah melewati batas tersebut, terjadi
kontraksi sehingga persalinan dapat mulai.
c)
Contohnya, pada hamil ganda sering
terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses
persalinan.
2) Teori
Penurunan Progesteron
a) Proses
penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat,pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu.
b) Produksi
progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap
oksitosin.
c) Akibat
otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron
tertentu.
d) Antara
lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron yang terjadi kira- kira 1
– 2 minggu sebelum partus. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang
bagi otot-otot uterus.
3) Teori
Oksitosin Internal
a) Oksitosin
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior.
b) Perubahan
keseimbangan esterogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim,
sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks.
c) Menurunkan
konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat
meningkatkan aktifitas,sehingga persalinan dapat dimulai.
4)
Teori Prostagladin
a) Dalam
kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm kadar prostagklandin
meningkat,lebih-lebih sewaktu partus.
b) Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil
konsepsi dikeluarkan.
c) Prostaglandin
dianggap dapat memicu terjadinya persalinan.
5) Teori
Hipotalamus-Pituitari Dan Glandula Suprarenalis
a) Teori
ini menunjukan pada kehamilan dengan anencephalus sering terjadi kelambatan
persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus.teori ini dikemukakan oleh
linggin 1973.
b) Glandula
suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.
(Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan
dan KB, Manuaba, 2010 : 168)
3.1.4.
Tanda- tanda persalinan
1) Kekuatan
his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin
pendek.
2) Dapat
terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran lendir,lendir bercampur darah)
3) Dapat
disertai ketuban pecah
4) Pada
pemeriksaan dalam,dijumpai perubahan serviks (perlunakan serviks, pendataran
serviks, terjadi pembukaan serviks).
(Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan
dan KB, Manuaba, 2010 : 169)
3.1.5.
Faktor faktor yang mempengaruhi
persalinan
1) Power (kekuatan ibu untuk mendorong janin keluar)
a)
HIS (kontraksi otot rahim)
b)
Kontraksi otot dinding perut
c)
Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan
mengejan
d)
Ketegangan dan kontraksi ligamentum
retundum
2)
Passanger
(keadaaan janin atau bagian yang ada didalam uterus)
a)
Janin
b) Plasenta
3)
Passage
(keadaan jalan lahir yang dilalui oleh passenger)
a)
Jalan
lahir lunak (otot-otot, sendi ligamen)
b) Jalan
lahir keras (tulang)
(Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB, Manuaba, 2010 : 169)
3.1.6.
Perubahan pada proses persalinan
1)
Suhu
Sedikit meningkat selama
persalinan, tertinggi selama dan segera setelah melahirkan. Peningkatan suhu
tubuh yang normal ialah peningkatan suhu yang tidah lebih dari 0,5 sampai 1o
C. Peningkatan suhu sedikit adalah normal. Namun, bila persalinan berlangsung
lebih lama, peningkatan suhu dapat mengindikasikan dehidrasi, dan parameter
lain harus di cek. Begitu pula pada kasus ketuban pecah dini, peningkatan suhu
dapat mengindikasikan infeksi dan tidak dapat dianggap normal pada keadaan ini.
2)
Tekanan Darah
Meningkat selama kontraksi disertai
peningkatan sistolik rata-rata 15 (10-20) mmHg dan diastolik rata-rata 5-10
mmHg. Pada waktu-waktu di antara kontraksi, tekanan darah kembali ke tingkat
sebelum persalinan. Dengan mengubah posisi tubuh dari telentang ke ke posisi
miring, perubahan tekanan darah selama kontraksi dapat dihindari. Untuk
memastikan tekanan darah yang sebenarnya, pastikan mengeceknya dengan baik pada
interval antar kontraksi, lebih baik dengan posisi ibu berbaring miring.Nyeri,
rasa takut dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan tekanan darah. Apabila
seorang wanita merasa sangat takut dan khawatir pertimbangkan kemungkinan bahwa
rasa takutnya (bukan karena pre-eklamsi) menyebabkan peningkatan tekanan darah.
3) Denyut Nadi (frekuensi
jantung)
Frekuensi denyut nadi di antara
kontraksi sedikit lebih tinggi dibanding selama periode menjelang persalinan.
Hal ini mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi. Penurunan denyut
nadi yang mencolok selama puncak kontraksi uterus tidak akan terjadi jika
wanita berada pada posisi miring, bukan telentang. Sedikit peningkatan
frekuensi nadi dianggap normal.
4)
Pernafasan
Sedikit
peningkatan frekuensi pernapasan masih normal selama persalinan dan
mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi. Sulit untuk memperoleh
temuan yang akurat dalam hal pernafasankarena frekuensi dan irama pernafasan
dipengaruhi oleh rasa senang, nyeri, rasa takut dan penggunaan teknik
pernafasan. Amati pernafasan wanita dab bantu ia mengendalikannya untuk
menghindari hiperventilasi yang panjang, yang ditandai oleh rasa kesemutan pada
ekstremitas dan perasaan pusing.
5)
Perubahan pada Saluran Cerna
Motilitas dan absorpsi lambung
terhaadap makanan padat jauh berkurang. Apabila kondisi ini diperburuk oleh
penurunan lebih lanjut sekresi asam lambung selama persalinan, maka saluran cerna
bekerja dengan lambat sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama.
Makanan yang dikonsumsi selama periode menjelang persalinan atau fase prodromal
atau fase laten persalinan cenderung akan tetap berada dalam lambung selama
persalinan.Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan penderitaan
umum selama masa transisi. Oleh karena itu, wanita harus dianjurkan untuk tidak
makan dalam porsi besar atau minum berlebihan. Tetapi makan dan minum sedikit
demi sedikit berguna mempertahankan energi dan hidrasi. Perubahan pada saluran
cerna kemungkinan timbul sebagai respons terhadap salah satu atau kombinasi
faktor-faktor berikut: kontraksi uterus, nyeri, rasa takut dan khawatir, obat
atau komplikasi.
6)
Perubahan pada Ginjal
Poliuria sering terjadi selama
persalinan. Kondisi ini dapat diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah
jantung selama persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerulus
dan aliran plasma ginjal. Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi telentang
karena posisi ini membuat aliran urine berkurang selama kehamilan.Kandung kemih
harus sering dievaluasi (setiap 2 jam) untuk mengetahui adanya distensi, untuk
mencegah (1) obstruksi persalinan akibat kandung kemih yang penuh, yang akan
mencegah penurunan bagian presentasi janin. Dan (2) trauma pada kandung kemih
akibat penekanan yang lama, yang akan menyebabkan hipotonia kandung kemih dan
retensi urine selama periode pascapartum awal. (JNPKKR, 2008)
3.3.7
Definisi dan Penatalaksanaan Kala I
1)
Definisi
Kala I adalah kala pembukaan yang
berlangsung antara nol sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala
pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat
berjalan- jalan.Lamanya kala I untuk primigravida berlangsuna 12 jam sedangkan
multigravida 8 jam.Berdasarkan kurva friedman,diperhitungkan pembukaan pada
primigravida 1cm/jam dan pembukaan multigravida 2cm/jam.Dengan penghitungan
tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat diperkirakan. (Ilmu Kebidanan
Penyakit Kandungan dan KB, Manuaba, 2010 : 173)
Proses ini terbagi dalam dalam dua fase:
a)
Fase laten : Pembukaan serviks
berlangsung lambat dari 0 sampai 3cm lamanya 7-8 jam
b) Fase
aktif : Pembukaan serviks 3cm sampai 10 cm lamanya 6 jam
Fase
ini terbagi menjadi tiga fase lagi:
(1) Fase
akselerasi dimana dalam waktu 2 jam pembukaan 3cm menjadi 4cm
(2)
Fase dilatasi maksimal yakni dalam waktu
2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari pembukaan 4cm sampai 9cm
(3) Fase
deselerasi diman pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukan 9cm
menjadi 10cm/lengkap
2) Penatalaksanaan
persalinan kala 1
Asuhan yang diberikan pada kala I :
a)
Menghadirkan keluarga tedekat
b)
Mengatur aktivitas dan posisi
c)
Membimbing ibu untuk rileks sewaktu ada
his
d)
Menjaga privasi ibu
e)
Pemberian cukup minum
f)
Melakukan pemeriksaan TTV 4 jam sekali.
g)
Pemeriksaan DJJ setiap ½ jam.
h)
Memperhatikan keadaan kandung kemih agar
selalu kosong.
i)
Pasien tidak diperkenankan mengejan
(Sinopsis Obstetri, Mochtar
Rustam, 1998 : 94)
3.3.8.
Partograf
Partograf adalah alat bantu yang digunakan
selama persalinan.Tujuan utama penggunaan partograf adalah untuk mencatat hasil
observasi dan kemajuan persalinan dan mendeteksi apakah proses persalinan
berjalan secara normal. Dengan demikian,juga dapat dilaksanakan deteksi secara
dini,setiap kemungkunan terjadinya partus lama.Jika digunakan secara tepat dan
konsisten,partograf aan membantu penolongan persalinan untuk mencatat kemajuan
persalinan,kondisi ibu dan janin,asuhan yang diberikan selama persalinan dan
kelahiran,serta menggunakan informasi yang tercatat,sehingga secara dini
mengidentifikasi adanya penyulit persalinan,dan membuat keputusan klinik yang
sesuai dengan tepat waktu.Penggunaan partograf secara rutin akan memestikan ibu
dan janin telah mendapatkan asuhan persalinan secara aman dan tepat watu.Selain
itu,dapat mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa
mereka.(Ilmu Kebidanan,Sarwono Prawirohardjo,2009)
Partograf dipakai untuk memantau kemajuan
persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam menentukan keputusan dalam
penatalaksanaan. Partograf member peringatan pada petugas kesehatan bahwa suatu
persalinan berlangsung lama,adanya gawat ibu dan janin,bahwa ibu mungkin perlu
dirujuk. Untuk menggunakan partograf dengan benar, petugas kesehatan harus
mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut :
1) Denyut
jantung janin. Catat setiap ½ jam.
2) Air
ketuban. Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina :
U : Selaput Utuh
J :
Selaput pecah, air ketuban Jernih
M : Air ketuban bercampur Mekonium
D : Air
ketubqan bernoda Darah
K :
Tidak ada cairan ketuban/Kering
3) Perubahan
bentuk kepala janin (molding atau molase)
a) Sutura
(pertemuan 2 tulang tengkorak yang tepat atau
bersesuaian)
b) Sutura
tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki
c) Sutura
tumpah tindih dan tidak dapat diperbaiki
4) Pembukaan
leher rahim dinilai pada setiap pemeriksaan pervaginam dan diberi tanda silang
( X )
5) Penurunan
:
Mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang
teraba (pada pemeriksaan abdomen) diatas syimfisis pubis : Catat dengan tanda
lingkaran (O), pada setiap pemeriksaan dalam. Pada poisisi 0/5, sisinput (S)
atau paruh atas kepala berada di syimfisis pubis.
6) Waktu
: Menyatakan beberapa jam waktu telah dijalani sesudah pasien diterima.
7) Jam
: Catat jam sesungguhnya
8) Kontraksi
: Catat setiap ½ jam : lakukan palpasi untuk menghitung banyaknya kontraksi
dalam 10 menit dan lamanya masing-masing kontraksi dalam 10 menit dan lamanya
masing-masing kontraksi dalam hitungan detik
a) Kurang
dari 20 detik ( beri titik-titik di kolom yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya kurang dari 20 detik)
b) Antara
20-40 detik ( beri garis-garis di kolom yang sesuai untuk menyatakan kontraksi
yang lamanya 20-40 detik)
c) Lebih
dari 40 detik ( isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya lebih dari 40 detik)
9) Oksitosin,
bila memakai oksitosin pervolume cairan infuse dalam tetesan permenit setiap 30
menit apabila digunakan.
10) Obat
yang diberikan. Catat semua obat yang diberikan
11) Catatlah
setiap 30 menit dan tandai dengan sebuah titik besar
12) Tekanan
darah, catat setiap 4 jam
13) Suhu
badan, catatlah setiap 2 jam
14) Protein,
aseton, dan volume urin, catatlah setiap kali ibu berkemih. Bila temuan-temuan
melintas kearah kanan garis waspada petugas kesehatan harus melakukan penilaian
terhadap kondisi ibu dan janin dan segera mencari rujukan yang
tepat.(Saifuddin, 2009 : 104)
·
Keuntungan Partograf
o
Tersedia cukup watu melakukan rujukan
(sekitar 4 jam) setelah perjalan persalinan melewati garis waspada.
o
Dipusat pelayanan kesehatan cukup waktu
untuk mengambil tindakan sehingga tercapai well born baby dan well healt
mother.
o
Terbatasnya melaukan pemeriksaan
dalam,dapat mengurangi infeksi intrauterine.
·
Kerugiaan partograf
Kemungkinan
terlalu cepat melakukan rujukan,yang sebenarnya dapat diselesaikan dipuskesmas
atau setempat.
Partograf diharapkan dapat menyelesaikan pertolongan
persalinan pada garis waspada dengan jalan:
·
Rujukan semakin baik sehingga tidak
merugikan penderita
·
Pertolongan medis dapat dilakukan dengan
lebih sempurnasehingga angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan.
·
Mendapatkan tindakan medis sesuai dengan
keadaan dan ditangan yang tepat.
·
Secara nasional partograf diharapkan
membantu menurunkan angka kematian maternal dan perinatal sebagai cermin
kemampuan memberiakan pelayanan dan pengayoman medis yang menyeluruh dan lebih
bermutu.
(Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB, Manuaba, 2010 : 158)
3.3.9.
Definisi dan penatalaksanaan Kala II
1) Definisi
Pada kala ini
his terkodinasi, kuat, cepat lebih lama,kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin masuk keruang panggul sehingga terjadi
tekanan pada otot dasar panggul yang menimbulkan rasa ingin mengedan.Karena
tekanan pada rectum ibu seperti mau buang air besar dengan tanda anus
terbuka.Pada saat his janin mulai kelihatan, vulva membuka perineum
meregang.Dengan his mengedan dan terpimpin maka lahirlah epala diikuti oleh
seluruh badan janin. Lamanya kala II untuk primigravida 1 ½-2 jam dan pada
multrigavida ½-1jam. (Sinopsis Obstetri, Mochtar Rustam, 1998 : 95)
2)
Penatalaksanaan Persalinan Kala II
a) Mekanisme
Persalinan
(1)
Hampir 96% janin berada dalam uterus
dengan presentasi kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan 58% ubun –
ubun kecil terletak di kiri depan, 23% di kanan depan, 11% dikanan belakang,
dan 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan
disebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum.
(2)
Pada letak kepala, bila his sudah cukup
kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. Masuknya
kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus ialah bila
arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul.
(3)
Akibat sumbu kepala yang tidak simetrik,
dengan sumbu lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya
terhadap kepala yang akan turun, menyebabkan bahwa kepala mengadakan fleksi di
dalam rongga panggul. Samapi di dasar panggul kepala janin dalam keadaan fleksi
maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari
belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan
tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan
rotasi, disebut pula putaran paksi dalam. Pada umumnya di dalam hal mengadakan
rotasi ubun-ubun kecil akan berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul
ubun-ubun kecil berada di bawah simpisis.
(4) Dalam
keadaan fisiologis sesudak kepalan janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun
kecil di bawah simpisis, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat
dilahirkan. Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak.
Perineum menjadi lebar dan tipis, anus membuka tampak dinding rektum. Dengan
kekuatan his bersama degan kekutan mengedan, berturut-turut tampak bregma,
dahi, muka dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan
rotasi, yang disebut putaran paksi luar.
(5)
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam
keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan
bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah
dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang. Demikian pula
dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, baru kemudian trokanter belakang.
Kemudian bayi lahir seluruhnya.Prawirohardjo(2009)& Wiknjosastro (2010)
b) Manajemen
PI
(a) Cuci
tangan
cuci tangan adalah prosedur paling
penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan
(b) Memakai
sarung tangan
Pakai sarung tangan sebelum
menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa,darah,cairan tubuh
lainnya )peralatan sarung tangan atau sampah yang terkontaminasi.
(a)
Gunakan sarung tangan steril atau
disinfeksi tingkat tinngi untuk prosedur apapun yang akan mengakibatkan kontak
dengan jaringan dibawah kulit seperti persalinan ,penjahitan vagina atau
pengambilan darah.
(b)
Gunakan sarung tangan periksa yang
bersih untuk menangani darah atau cairan tubuh.
(c)
Gunakan sarung tangan rumah tangga atau
tebal untuk mencuci peralatan, menangai sampah, juga membersihkan darah.
(c)
Menggunakan teknik asepsis atau aseptik
(a)Penggunaan perlengkapan pelindung
pribadi ,perlengkapan pelindung pribadi mencegah petugas terpapar
mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi atau membatasi petugas
dari percikan cairan tubuh ,darah atau cidera,selama melaksanakan procedur
klinik. Peralatan tersebut yaitu kacamata pelindung,masker wajah,septu booth
atau sepatu tertutup dan celemek.
(b)Antisepsis
Antisepsis
adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh
mikroorganisme jaringan tubuh atau
kulit dengan menggunakan antiseptik dan mencuci tangan secara teratur diantara
kontak dengan setiap ibu dan bayi baru lahir. (Asuhan Persalinan Normal,
JNPKKR, 2008 : 18)
c) Asuhan
Persalinan Normal (APN)
58 Langkah APN :
(1)
Mendengar dan melihat adanya tanda dan
gejala persalinan kala dua:
(a) Ibu
merasa ada dorongan kuat untuk meneran.
(b) Ibu
merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vaginanya.
(c) Perineum
tampak menonjol.
(d) Vulva
dan sfingter ani membuka.
(2)
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan
dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinanmenatalaksanakan komplikasi
ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia = tempat datar dan keras, 2 kain dan 2
handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh
bayi.
(a) menggelar
kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi
(b) menyiapkan
oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai didalam partus set.
(3)
mengenakan baju penutup atau celemek
plastik yang bersih.
(4)
Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan
yang dipakai,mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan
mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai atau handuk pribadi yang
bersih dan kering.
(5)
Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat
tinggi pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam.
(6)
Menghisap oksitosin 10 Unit kedalam
tabung suntik(dengan memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau
steril)dan meletakannya kembali di partus set atau wadah desinfeksi tingkat
tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik.
(7)
Membersihkan vulpa dan
perineum,menyekanya dengan hati-hati dari
depan kebelakang dengan menggunakan
kapas atau kassa yang sudah dibasahi air
desinfeksi tingkat tinggi.jika
mulut vagina,perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu,membersihkannya
dengan seksama dengan cara menyeka dari depan
ke belakang.membuang kapas atau kassa yang terkontaminasi dalam wadah
yang benar.mengganti sarung tangan tersebut dengan benar didalam larutan
dekontaminasi).
(8)
Dengan menggunakan teknik
aseptik,melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks
sudah lengkap.bila selaput ketubanan belum pecah, sedangkan pembukaan sudah
lengkap,lakukan amniotomi
(9)
Mendekontaminasi sarung tangan dengan
cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor kedalam larutan
klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya
kedalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit.mencuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
(10)
Memeriksa denyut jantung janin
(DJJ)setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal
(120-160 kali permenit).
(a) Mengambil
tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal .
(b) Mendokumentasikan
hasil-hasil pemeriksaan dalam DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan
lainnya pada partograf.
(11) Memberi
tahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.Membantu ibu
berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya.
(a) Menunggu
hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.melanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktip dan
mendokumentasikan penemuan-penemuan yang ada.
(b) Menjelaskan
kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu untuk
meneran secara benar.
(12) Meminta
bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran(pada saat ada
his,bantu ibu dalam posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan
pastikan ia merasa nyaman ).
(13) Melakukan
pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran:
(a) Membimbing
ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk meneran.mendukung dan
memberi semangat atas usaha ibu untukmeneran perbaiki cara meneran apabila
caranya tidak sesuai.
(b) Membantu
ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring
terlentang dalam waktu yang lama).
(c) Menganjurkan
ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
(d) Menganjurkan
keluarga untuk mendukung dan memberi semangat kepada ibu.
(e) Menganjurkan
asupan cairan per oral (minum).
(f) Menilai
DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
(g) Segera
rujuk jika bayi belum lahir atau tidak segera lahir setelah 120 menit
(2jam)meneran (primigravida) atau 60 menit (1jam) meneran (multigravida).
(14)
Menganjurkan ibu untuk berjalan,
berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman,jika ibu belum merasa ada dorongan
untuk meneran dalam 60 menit.
(15)
Letakan handuk bersih (untuk
mengeringkan bayi)diperut ibu,jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 5-6 cm.
(16)
Letakan kain bersih yang dilipat 1/3
bagian,dibawah bokong ibu
(17)
Buka tutup partus set dan perhatikan
kembali kelengkapan alat dan bahan.
(18)
Pakai sarung tangan dtt pada kedua
tangan.
(19)
Setelah tampak kepala bayi dengan
diameter 5-6 cm membuka vulva maka,lindungi perineum dengan satu tangan yang
dilapisi dengan kain yang bersih dan kering.tangan yang lain menahan kepala
bayi untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
(20)
Periksa kemungkinan adanya lilitan tali
pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi,dan segera lanjutkan
proses kelahiran bayi.
(a)
Jika tali pusat melilit leher secara
longgar,lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
(b)
Jika tali pusat melilit leher secara
kuat,klem tali pusat didua tempat dan potong diantara dua klem.
(21)
Tunggu kepala bayi melakukan putaran
paksi luar secara spontan.
(22)
Setelah kepala mengadakan paksi
luar,pegang secara bipariental,anjurkan ibu
untuk meneran saat kontraksi.dengan lembut gerakan kepala kearah bawah
dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arcus pubis dan kemudian gerakan
arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
(23)
setelah kedua bahu kedua lahir,geser
tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala,lengan dan siku
sebelah bawah.gunakan tangan atas untuk menyelusuri dan memegang lengan dan
siku sebelah atas.
(24)
setelah tubuh dan lengan
lahir,penelusuran tangan atas berlanjut kepunggung,bokong tungkai dan
kaki,pegang kedua mata kaki(masukan telunjuk diantara kaki dan pegang
masing-masing mata kaki ibu jari dan jari-jari yang lainnya.
(25)
Lakukan penilaian selintas :
(a)
Apakah bayi menangis kuat dan atau
bernafas tanpa kesulitan?
(b)
Apakah bayi bergerak aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau
megap-megap lakukan langkah resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada
asfiksia bayi baru lahir)
(26)
Keringkan tubuh bayi
Keringkan mulai
dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa
membersihkan verniks.Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering.Biarkan
bayi di atas perut ibu.
(27)
Periksa kembali uterus untuk memastikan
tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal)
(28)
Beritahu ibu bahwa ibu akan disuntik
oksitosin agar uterus berkontraksi dengan baik
(29)
Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir,
suntikkan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin)
(30)
Setelah 2 menit psca persalinan, jepit
tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat
kearah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem
pertama
(31)
Pemotongan dan pengikatan tali pusat
(a)
Dengan satu tangan, pegang tali pusat
yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat
diantara 2 klem tersebut.
(b)
Ikat tali pusat dengan benang DTT atau
steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan
mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lain.
(c)
Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah
yang telah disediakan
(32)
Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu
ke kulit bayi, letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehigga
bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara
ibu dengan posisi lebih rendah dari pada putting payudara ibu
(33)
Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala
bayi.
(34)
pindahkan klem pada tali pusat hingga
berjarak 5-10 cm dari vulva.
(35)
Letakan satu lengan diatas kain pada
perut ibu,ditepi atas simpisis,untuk mendeteksi, tangan lain menegangkan tali
pusat.
(36)
Setelah uterus berkontraksi,tegangkan
tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah
belakang –atas( dorso-kranial)secara hati-hati ( untuk mencegah inversio
uteri).jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,hentikan penegangan tali
pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
·
jika uterus tidak segera
berkontraksi,minta ibu,suami,atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi
putting susu.
(37)
Lakukan penegangan dan dorongan dorso
cranial hingga plasenta terlepas,minta ibu meneran sambil penolong menarik tali
pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas,mengikuti poros jalan
lahir (tetap lakukan tekanan dorso-cranial)
(a) Jika
tali pusat bertambah panjang,pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
(b) Jika
plasenta tidak lepas setelah 15 menit:
i.
Beri dosis ulang oksitosin 10 Unit IM
ii.
Lakukan katerisasi (aseptic) jika
kandung klemih penuh
iii.
Minta keluarga menyiapkan rujukan
iv.
Ulangi penegangan tali pusat 15 menit
berikutnya
v.
Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit
setelah bayi lahir atau bila terjadi pendarahan,segera lakukan manual.
(38)
Saat plasenta muncul diintroitus
vagina,lahirlah plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput wadah yang
telah disediakan.
·
Jika selaput wadah robek, pakai sarung
tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan
jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput
yang tertinggal.
(39)
Segera setelah plasenta lahir dan
selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakan telapak tangan difuhdus
dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras).Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus
tidak berkontraksi setelah 15 detik masase.
(40)
Periksa kedua sisi plasenta baik bagian
ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukan plasenta
kedalam kantung pelastik atau tempat khusus.
(41)
Evaluasi kemungkinan iaserasi pada
vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila iaserasi menyebabkan perdarahan. Bila
ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segara lakukan penjahitan.
(42)
Pastikan uterus berkontraksi dengan baik
dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
(43) Biarkan
bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam
(a) Sebagian
besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60
menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup
menyusu dari satu payudara
(b) Biarkan
bayi berada di dada ibu selama satu jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu
(44) Setelah
satu jam, lakukan penimbangan / pengukuran bayi, beri tetes mata anti biotic
profilaksis, dan vitamin K1, 1mg intramuskuler dipaha kiri anterolateral.
(45) Setelah
satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi hepatitis b dipaha
kanan anterolateral.
(a) Letakan
bayi dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
(b) Letakan
kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusui didalam 1 jam pertama dan biarkan sampai
bayi berhasil menyusu.
(46)
Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pencegahan
perdarahan pervaginam :
(a) 2
– 3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
(b) Setiap
15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
(c) Setiap
20 – 30 menit pada jam kedua pasca persalinan
(d) Jika
uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk
menatalaksanaan antonia uteri.
(47)
Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan
masase uterus dan menilai kontraksi.
(48)
Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan
darah.
(49) Memeriksa
nadi ibu, dan keadan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama
persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan :
(a)
Memeriksa temperature tubuh sekali
setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan
(b)
Melakukan tindakan yang sesuai untuk
temuan yang tidak normal.
(50)
Periksa kembali bayi untuk pastikan
bahwa bayi bernafas dengan baik ( 40-60 kali/menit). Serta suhu tubuh normal (
36,5˚C – 37,5˚C ).
(51)
Tempatkan semua peralatan bekas pakai
dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi ( 10 menit ). Cuci dan bilas
peralatan setelah dekontaminasi.
(52)
Buang bahan-bahan yang terkontaminasi
ketempat sampah yang sesuai.
(53)
Bersihkan ibu dengan menggunakan air
DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian
yang bersih dan kering.
(54)
Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu
memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang
diinginkannya.
(55)
Dekontaminasi tempat bersalin dengan
larutan klorin 0,5%
(56)
Celupkan sarung tangan kotor ke dalam
larutan klorin 0,5%, balikan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan
klorin 0,5%, selama 10 menit.
(57)
Cuci kedua tangan dengan sabun dan air
mengalir.
(58)
Lengkapi partograf ( halaman depan dan
belakang ), periksa tanda vital dan asuhan kala IV.
d) Inisiasi
Menyusu Dini (IMD)
Prinsip meyusu/pemberian ASI
adalah dimulai sedini mungkin dan secara eksklusif. Segera setelah bayi lahir
dan tali pusat diikat, letakkan bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi
bersentuhan langsung ke kulit ibu. Biarkan kontak kuit ke kulit ini berlangsung
setidaknya 1 jam atau lebih, bahkan sampai bayi dapat menyusu sendiri. Bayi diberi
topi dan diselimuti Ayah atau keluarga dapat memebri dukungan dan membantu ibu
selama proses ini. Ibu diberi dukungan untuk mengenali saat bayi siap untuk
menyusu, menolong bayi bika diperlukan.
Langkah
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
(1)
Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit
ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam
(2)
Bayi harus menggunakan naluri alamiahnya untuk
melakukan Inisiasi Menyusu Dini dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk
menyusu serta memberi bantuan jika diperlukan
(3)
Menunda semua prosedur lainnya yang hrus dilakukan
kepada bayi baru lahir hingga inisiasi menyusu selesai dilakukan, prosedur
tersebut seperti : menimbang, pemberian antibiotika salep mata, vitamin K1
dan lain-lain.
(Asuhan Persalinan Normal,
JNPKKR, 2008 : 131)
3.3.10
Definisi dan penatalaksanaanKala III
1)
Definisi
Dimulai
segera setelah bayi lahir sampai lahirnya placenta yang berlangsung tidak lebih
dari 30 menit. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Saifuddin, 2009 :
101)
Setelah
bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan
fundus uteri setinggi pusat dan berisi placenta yang menjadi tebal 2 kali
sebelumnya. Beberapa menit kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran uri.
Biasanya proses pelepasan placenta berlangsung 5 – 30 menit setelah bayi lahir.
Fase pelepasan uri ada beberapa
macam :
a)
SCHULTZE :
Lepasnya seperti kita menutup
paying, cara ini yang paling sering terjadi (80%). Yang lepas duluan adalah
bagian tengah, lalu terjadi retroplasental hematoma yang menolak uri mula-mula
bagian tengah, kemudian seluruhnya. Menurut cara ini, perdarahan biasanya tidak
ada sebelum uri lahir dan banyak setelah uri lahir.
(b)
DUNCAN :
·
Lepasnya uri mulai dari pinggir, jadi
pingir uri lahir duluan (20%). Darah akan mengalir keluar antara selaput
ketuban.
·
Serempak dari tengah dan pinggir
plasenta
Fase pengeluaran uri :
(a) KUSTNER
Dengan meletakan tangan disertai
tekanan pada/ di atas simfisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat
masuk berarti uri belum lepas, jika diam
atau maju berarti uri sudah lepas.
(b) KLEIN
Sewaktu ada his, rahim kita dorong
sedikit, bila tali pusat kembali berarti uri belum lepas, jika diam atau turun
berarti uri sudah lepas.
(c) STRASSMAN
·
Tegangkan tali pusat dan ketok pada
fundus, bila tali pusat bergetar berarti uri belum lepas , jika tak bergetar
berarti uri sudah lepas
·
Rahim menonjol di atas simfisi
·
Tali pusat bertambah panjang
·
Rahim bundar dan keras
·
Keluar darah secara tiba-tiba(Sinopsis
Obstetri, Mochtar Rustam, 1998 : 107)
2)
Penatalaksanan persalinan kala III
Tujuan manajemen
aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif
sehinngga dapat memperpendek waktu kala III persalinan dan mengurangi
kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis, sebagian besar
kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan dimana sebenarnya dapat dicegah melalui manajemen aktifkala III.
Keuntungan –
keuntungan manajemen aktif kala III, diantaranya sebagai berikut:
a) Kala
III persalinan lebih singkat.
b) Mengurangi
jumlah kehilangan darah.
c) Mengurangi
kejadian retensio placenta.
Manajemen aktif kala III terdiri dari :
a) Pemberian
oksitosin / uretonika sesegera mungkin memberiakan oksitosin 10 unit IM, dapat
merangsang uterus berkontarksi juga mempercepat paelepasan plasenta.
b) Melakukan
peregangan tali pusat terkendaliDilakukan hanya selama uterus berkontraksi, hal
ini dapat diulang sampai plasenta lahir.
c) Masase
fundus segera setelah plasenta dan selaputnya dilahirkan agar menimbulakn
kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan mencegahan perdarahan
postpartum. (Asuhan Persalinan Normal, JNPKKR, 2008 : 100)
3.3.11
Rupture Perineum
Robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan.
(Sinopsis Obstetri, Mochtar Rustam, 1998)
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap
dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal
dari perlukaan jalanlahir.
Robekan perineum
umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari pada biasa sehinga
kepala janin terpaksa lahir lebih kebelakang dari pada biasa, kepala janin
melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar dari pada
sirkumferensia suboksipito bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vagina. (Ilmu Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo, 2009)
1) Klasifikasi
Rupture Perineum
b)
Ruptur Perineum Spontan
Luka
pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya
tidak teratur.
c)
Ruptur perineum yang disengaja
(Episiotomi)
Luka perineum yang terjadi karena
dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan
yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.
Tingkat robekan
perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :
·
Derajat I
Robekan hanya terjadi pada mukosa
vagina ,komisura posterior dan kulit perineum .Tidak perlu dijahit jika tidak
ada perdarahan dan posisi luka baik.
·
Derajat II
Robekan yang terjadi lebih dalam
,yaitu selain mengenai mukosa vagina ,komisura posterior ,kulit perineum juga
mengenai otot perenium. Laserasi derajat II ini memerlukan penjahitan.
·
Derajat III
Robekan yang terjadi mengenai
seluruh perineum (mukosa vagina,komisura posterior ,kulit perineum ,otot
perineum)sampai otot-otot sfingter ani.
·
Derajat IV
Robekan
mengenai seluruh perineum(mukosa vagina, komisura posterior,kulit perineum,otot
perineum )sampai sfingter ani dan dinding depan rektum.Pada laserasi derajat
tiga dan empat bila penolong APN tidak dibekali untuk reparasi laserasi
perineum segera rujuk pasien ke fasilitas rujukan.(Asuhan
Persalinan Normal, JNPKKR, 2008 : 115)
2) Faktor-faktor
Penyebab Rupture Perineum.
Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan jalan lahir,
perlukaan jalan lahir itu terjadi pada panggul/perineum, vulva, dan vagina,
serviks uteri, uterus sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh
perineum kaku, kepala janin terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar,
lebar perineum, paritas.
3) Macam-macam
Jahitan
a)
Jahitan hemostatis
Merupakan jahitan simpul mati untuk
mematikan aliran darah.
b)
Jahitan simple interuupted (jahitan satu
demi satu)
Merupakan jenis jahitan yang paling
dikenal dan paling banyak digunakan.Jarak jahitan 5-7 mm dan batas jahitan dari
tepi luka sebaiknya 1 – 2 mm.
Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah
penyembuhan.
c)
Jahitan continous
Jahitan jelujur : lebih cepat
dibuat, lebih kuat dan pembagian tekanannya lebih merata bila dibandingkan
dengan jahitan terputus. Kelemahannya jika benang putus /simpul terurai seluruh
tepi luka akan terbuka semua
4) Tujuan
Penjahitan
a)
Untuk menyatukan kembali jaringan tubuh
(mendekatkan) agar proses penyembuhan bisa terjadi, proses penyembuhan itu
sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan
jaringan.
b)
Untuk mencegah kehilangan darah yang
tidak perlu (memastikan hemostatis)
5) Penatalaksanaan
Pada Rupture Perineum
a)
Persiapan Alat
b) Pemberian
anestesi lokal
c) Penjahitan
laserasi pada perineum
d) Nasehatiibu
untuk :
(1) Menjaga
perineum selalu bersih dan kering
(2) Hindari
penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya
(3) Cuci
perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x per hari
(4) Kembali
dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. (Asuhan Persalinan Normal,
JNPKKR, 2008 : 177)
3.3.12.
Definisi dan penatalaksanaanKala IV
1)
Definisi
Pengawasan
selama 2 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama
bahaya perdrahan postpartum. Masa postpartum merupakan saat paling kritis untuk
mencegah kematianibu, terutama kematian disebabkan karena perdarahan.
(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Saifuddin, 2009)
2) Penatalaksanaan
persalinan kala IV
Selama kala IV
petugas harus memantau/observasi ketat pada kesadaran pasien, pemeriksaan TTV,
kontraksi uterus, perdarahan, kandung kemih dikosongkan. Observasi tinggi
fundus uteri dan kandung kemih dilakukan selama 2 jam dengan interval
pemeriksaan 15 menit sekali pada jam pertama post partum dan 30 menit sekali
pada jam kedua post partum.
Tabel 2.2.
Pemantauan Kala IV
Jam Ke
|
Waktu
|
Tekanan Darah
|
Nadi
|
Temperature
|
TFU
|
Kontraksi Uterus
|
Kandung Kemih
|
Perdarahan
|
1
|
15 menit ke-1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
15 menit ke-2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
15 menit ke-3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
15 menit ke-4
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
30 menit ke-1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
30 menit ke-2
|
|
|
|
|
|
|
|
(Asuhan Persalinan Normal, JNPKKR,
2008 : 117)